Jejak Astronomis di Candi Borobudur
Kemegahan Candi Borobudur (satellite view coordinate 7°36’28″S 110°12’13″E) tidak hanya menunjukkan kemampuan rancang bangun nenek moyang bangsa Indonesia yang mengagumkan.
Penempatan stupa terawang maupun relief di dinding Borobudur ternyata menunjukkan penguasaan mereka terhadap ilmu perbintangan alias astronomi.
Penelitian selama 2,5 tahun yang dilakukan Tim Arkeo-astronomi Borobudur, Institut Teknologi Bandung, menunjukkan, stupa utama candi Buddha terbesar di dunia itu berfungsi sebagai gnomon (alat penanda waktu) yang memanfaatkan bayangan sinar Matahari.
Stupa utama yang merupakan stupa terbesar terletak di pusat candi ada di tingkat sepuluh (tertinggi). Stupa utama dikelilingi 72 stupa terawang yang membentuk lintasan lingkaran di tingkat 7, 8, dan 9.
Bentuk dasar ketiga tingkat itu plus tingkat 10 adalah lingkaran, bukan persegi empat sama sisi seperti bentuk dasar pada tingkat 1 hingga tingkat 6.
Jumlah stupa terawang pada tingkat 7, 8, dan 9 secara berurutan adalah 32 stupa, 24 stupa, dan 16 stupa.
Jarak antar stupa diketahui tidak persis sama. Pengaturan jumlah dan jarak antar stupa diduga memiliki tujuan atau makna tertentu.
“Jatuhnya bayangan stupa utama pada puncak stupa terawang tertentu pada tingkatan tertentu menunjukkan awal musim atau mangsa tertentu sesuai Pránatamangsa (sistem perhitungan musim Jawa),” kata Ketua Tim Arkeoastronomi ITB Irma Indriana Hariawang di Jakarta, Rabu (18/5/2011).
Tim beranggotakan satu dosen dan empat mahasiswa Astronomi ITB, satu mahasiswa Matematika ITB, dan seorang peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
Temuan mereka dimuat dalam prosiding 7 International Conference on Oriental Astronomy di Tokyo, Jepang, pada September 2010.
Sebelum korelasi antara bayangan stupa utama dan stupa terawang diketahui, tim terlebih dahulu menentukan bayangan lurus stupa utama saat Matahari berada di garis khatulistiwa (garis nol pada grafik lintasan awal musim).
Pada saat itu Matahari terbit tepat di titik timur garis dan terbenam tepat di titik barat garis.
Hasil ini menunjukkan posisi Borobudur sesuai arah mata angin. Arah utara-selatan menunjuk posisi kutub utara Bumi dan kutub selatan Bumi, bukan utara-selatan kutub magnet Bumi.
Posisi itu ditentukan tanpa bantuan alat penentu posisi global (GPS).
Dosen Astronomi ITB yang juga anggota Tim Arkeoastronomi Borobudur ITB, Ferry M Simatupang mengatakan, sekitar tahun 800 masehi saat Borobudur dibangun, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mampu menentukan arah utara-selatan dengan benar menggunakan teknik bayangan Matahari.
Cara paling sederhana menentukan arah utara-selatan secara benar adalah menandai bayang-bayang gnomon (jam matahari sederhana) pada lingkaran simetris.
Jika bayang-bayang gnomon pada dua sisi lingkaran yang berseberangan dihubungkan, menunjukkan arah timur-barat dengan benar. Garis yang tegak lurus dengan garis timur-barat dengan benar adalah garis utara-selatan yang juga benar.
”Fakta bayangan stupa utama Borobudur sebagai penanda awal musim dalam Pránatamangsa baru temuan awal penelitian, masih banyak penelitian-penelitian lanjutan yang harus dilakukan,” katanya.
Menurut Simatupang, tim akan meneliti hubungan bayangan stupa utama dengan stupa terawang dalam tiga dimensi.
Hasil ini akan menajamkan garis awal musim yang sudah diperoleh dari citra dua dimensi. Saat ini citra tiga dimensi Borobudur sedang dikerjakan oleh pengelola Candi Borobudur.
Tim juga berencana melihat apakah posisi stupa atau bayangan stupa memiliki hubungan dengan prediksi gerhana Matahari atau gerhana Bulan.
Konfigurasi situs megalitik umumnya memiliki kaitan dengan penentuan waktu, baik kalender maupun prediksi gerhana.
Selain itu, tim juga berencana mengetahui tahun tepat Borobudur didirikan berdasarkan struktur asli Borobudur.
Struktur Borobudur saat ini merupakan hasil rekonstruksi beberapa kali yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda maupun Pemerintah Indonesia atas bantuan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (Unesco).
Saat ditemukan tahun 1800 oleh tim yang dipimpin Sir Thomas Stamford Raffles dari Inggris, Borobudur hanya berupa puing-puing.
Namun, penelitian ini tidak mudah. Penelitian arkeo-astronomi masih baru di Indonesia. Aspek astronomis dalam candi Buddha juga jarang ditemukan.
Ahli dan literatur yang ada pun terbatas. Kerja sama antara astronom dan arkeolog perlu dilakukan untuk lebih memperlancar penelitian ini.
Apakah Arsitektur Borobudur Ada Hubungannya Dengan Makhluk Luar Bumi?
Bentuk bangunan kuno berbasis Piramida tersebar diseluruh muka Bumi. Ilmuwan meyatakan bahwa mereka “diajari” oleh nenek moyang yang sama.
Dan dasar ilmu untuk membuat piramida adalah matematika. Dalam hal ini, kemampuan berhitung mereka sudah sangat tinggi, bahkan manusia masa modern tak sanggup membuat piramida-piramida yang dibangun pada masa lampau tersebut.
Apakah ada kaitannya antara nenek moyang Indonesia dengan Extra Terrestrial dimasa lampau? Ilmuwan juga percaya bahwa bangunan berpola piramid yang tersebar di dunia telah menunjukkan ingin dekatnya peradaban masa lalu dengan “surga” yang dijanjikan oleh Tuhan, melalui mahakarya mereka yang selalu ingin membuat bangunan-bangunan kuno menjulang tinggi seantero dunia.
Peradaban di Mesir yang dibangun melalui piramida Giza dan ratusan piramida lainnya mengacu dengan konsep yang sama, dengan Bodobudur. Peradaban pada saat Borobudur dibangun sarat dengan kehidupan Buddha yang berasal dari India, juga berbentuk piramid.
Bagaimana mungkin bangunan-bangunan kuno tersebut berpola sama antara Buddha dan Mesir? Padahal kedua peradaban tersebut sangat jauh jaraknya namun memiliki konsep yang sama: sangat sarat dengan ilmu matematika dan astronomis.
Anda dapat melihat videonya pada halaman dibawah yang dikeluarkan oleh History Channel dan dibahas oleh beberapa ilmuwan, Pyramid of Borobudur.
Pengetahuan astronomi
Sejumlah relief di Candi Borobudur juga menunjukkan kemampuan nenek moyang bangsa Indonesia dalam penguasaan ilmu perbintangan. Hal itu, menurut Irma, salah satunya ditunjukkan dengan gambar perahu-perahu pelaut berbagai ukuran di dinding candi.
Gambar perahu itu menunjukkan mereka adalah bangsa pelaut. Untuk mampu mengarungi lautan, dibutuhkan kemampuan navigasi (menentukan arah) yang panduan utamanya bintang-bintang di langit.
Salah satu bintang yang menjadi penunjuk arah adalah bintang Polaris (Ursae Minoris / Alpha Ursae Minoris) kadang disebut juga sebagai Bintang Kutub Utara.
Polaris adalah bintang paling terang di rasi Ursa Minor. Bintang ini terletak sangat dekat dengan kutub langit utara atau bintang yang terletak tepat di atas kutub utara Bumi hingga disebut sebagai Bintang Utara.
Polaris menjadi acuan arah utara bangsa-bangsa di belahan Bumi utara. Nama bintang ini banyak disebut dalam sejumlah manuskrip umat Buddha.
Sebelum tahun 800, Polaris dapat dilihat dari Nusantara di sekitar Borobudur. Bintang terang ini mudah diamati karena hanya bergerak di sekitar horizon (ufuk langit).
Namun, sejak tahun 800 hingga kini, posisi Polaris semakin di bawah horizon akibat gerak presesi (gerak Bumi pada sumbunya sambil beredar mengelilingi Matahari) sehingga Bintang Utara tidak mungkin lagi dilihat dari Nusantara.
Karena Polaris tak bisa diamati, pelaut mencari bintang penanda utara lain, yaitu rasi Ursa Mayor (Beruang Besar). Jika dua bintang paling terang dalam rasi ini, yaitu Dubhe dan Merak, ditarik garis lurus, akan mengarah ke Polaris. Hal ini membuat Ursa Mayor menjadi penanda arah utara lain.
Pentingnya rasi Ursa Mayor (koordinat 11j 18m 46d, +50° 43′ 16″) bagi masyarakat saat itu ditunjukkan oleh gambar relief bulatan-bulatan kecil pada tingkat ke-4 Borobudur di sisi utara. Tujuh bulatan kecil itu diapit oleh lingkaran besar yang diduga Matahari dan bulan sabit yang dipastikan simbol bulan.
Dari Bumi, Ursa Mayor terlihat sebagai tujuh bintang terang. Nama Dubhe dan Merak berasal dari bahasa Arab.
Dubhe dari frasa thahr al dubb al akbar (punggung beruang besar), sedangkan Merak dari kata al marakk yang artinya pinggang karena posisinya di pinggang beruang.
Irma menambahkan, selain Ursa Mayor, tujuh bulatan itu diduga sebagai Pleiades (tujuh bidadari). Masyarakat Jawa mengenal kluster bintang terbuka ini sebagai Lintang Kartika. Nama ini berasal dari bahasa Sansekerta krttikã yang menunjuk kluster bintang yang sama.
Kluster (kumpulan) bintang ini populer di Jawa karena kemunculannya menjadi penanda dimulainya waktu tanam.
Dugaan tujuh bulatan itu adalah Pleiades muncul karena hampir semua bangsa memiliki kesan mendalam dengan kluster bintang ini.
Bangsa Jepang menyebutnya sebagai Subaru, sedangkan masyarakat Timur Tengah menamainya Thuraya.
Namun, jika diamati dari Borobudur, posisi Tujuh Bidadari ini di dekat arah timur benar saat terbit dan di dekat arah barat benar saat terbenam. Posisi kluster ini tidak cocok dengan letak tujuh bulatan di dinding utara Borobudur.
”Kecil kemungkinan tujuh bulatan itu adalah Pleiades, melainkan Ursa Mayor karena posisinya menghadap penanda arah utara,” kata Irma. (kompas & berbagai sumber)
Artikel ini juga ada sebagai rujukan di pranala luar di wikipedia Indonesia dan di wikipedia Inggris mengenai Borobudur
*
History Channel – Pyramid of Borobudur (Borobudur Piramid)
Reconstructed ship: Philip Beale’s reconstructed Samudra Raksa (based upon reliefs in Borobodur):
*
PART-1 – Borobodur, The Lost Temple of Java
PART-2 – Borobodur, The Lost Temple of Java
*****
((( IndoCropCircles.wordpress.com | fb.com/IndoCropCirclesOfficial )))
Indonesia memang banyak meninggalkan jejak-jejak peradaban modern yg saat ini baru bermunculan. Borobudur menjadi sebuah ikon budaya selain situs-situs lainnya.
Ijin share gan
Luar biasa !!! Indonesia yang dikenal dengan budayanya dan peninggalan sejarah maupun prasasti yang diakui dunia, tapi sayang yang tidak menyukai sejarah sampai2 mengebom daerahnya sendiri Borobudur. Bayangkan dunia luar Unesco begitu peduli kenapa ada bangsa Indonesia yang tidak mau mengakui Borobudur yang banyak menyimpan Historinya. Salam Damai pada semua Makhluk.
Minta ijen share juga Bro
Bangsa indonesia kuno memang sangat hebat dan maju,serta memiliki peradaban yang tinggi.
tapi kenapa indonesia kini menjadi negara yang kurang maju?!tidak seperti dahulu kala?!
Mungkin karena kemalasan para pemuda indonesia zaman sekarang,oleh karena itu kita hrs bangkit kita pasti bisa jaya sprti dulu kala
Hei hei hei gak semua pemuda-pemudi Indonesia malas!!! Tuh buktinya banyak remaja2 Indonesia yg berprestasi di dalam dan luar negri!!! Jangan selalu menyalahkan generasi kami!!! Tapi generasi kamu lah!!!! Yang isinya biang koruptor semua!!!!
Generasi kamulah yang menyebabkan negri ini terpuruk!!! Bisanya cuman menyalahkan generasi muda saja…. XP
Salam M Auliya Sidik SMA PLUS YPHB Bogor
Sungguh luar biasa anak Nusantara, pada abad 7-8 sdh menemukan arah bumi, matahari dan musim yang ada serta tehnologi GPS yang sangat luar biasa. Dengan penemuan2 sejarah bangsa yang sangat hebat ini seharusnya bangsa ini sdh saatnya untuk introspeksi diri. Sehingga dapat menjadi bangsa pioneer dikemudian zaman.
saya mendapatkan pencerahan di Borobudur ketika membaca kitab kehidupan yang tak habis terbaca dalam satu hari melalui pradaksina…hmmmm…BRAVO NUSANTARA!!!:)
indonesia terlalu asikkk makan gula
Walaupun terlambat masih untung bisa menginjakan kaki ke Borobudur yang luar biasa Keindahan relif pahatanya beberapa abad yang lalu, walaupun melalui perjuangan dimasa penjajahan sampai garis Kemerdekaan tapi sekarang bangsa kita Indonesia masih terjajah oleh Bangsanya sendiri…..miris melihat keadaan sekarang. Semoga kita semua menyadari dan kembali pada Hakikat Pancasia. Salam Perdamaian antara umat.
I ❤ Indonesia Forever 🙂
beda dengan nenek moyangnya,indonesia sekarang hanya di isi oleh sekumpulan manusia manja yang tamak dan gila akan dunia yg bersifat fana,mereka tidak punya malu,mereka tidak punya keinginan untuk maju,lebih bangga menjadi negeri terjajah,dengan mitos yg di sebarkan oleh kaum penjajah,yg enggan melihat indonesia kembali jaya
yang menarik pada relief candi borobudur tersebut khususnya pada barisan relief kapal bercadik tersebut, khususnya pada bagian kiri relief terdapat relief “ujung rumah panjang Dayak” –> pada link https://indocropcircles.files.wordpress.com/2011/05/borobudur_ship_relief-2.jpg
PADAHAL RUMAH JAWA ADALAH JOGLO YAITU RUMAH BERLANTAI TANAH, BUKAN BERLANTAI PANGGGUNG SEPERTI BETANG DAYAK.
rumah panjang Dayak bisa anda lihat disini:
http://www.panoramio.com/photo_explorer#view=photo&position=243&with_photo_id=6852208&order=date_desc&user=1243562
http://www.panoramio.com/photo_explorer#view=photo&position=169&with_photo_id=11564751&order=date_desc&user=1243562
http://www.bubblews.com/news/254733-traditional-house-betang
BANGSA DAYAK SEBELUM KEDATANGAN AGAMA ISLAM, JUGA ADALAH BANGSA MARITIM (PELAUT) / MASYARAKAT YANG TINGGAL DIPESISIR, bahkan keturunannya sampai beranakpinak di madagaskar dan taiwan.. NAMUN SETELAH ISLAM MASUK KE BORNEO, MAYORITAS BANGSA DAYAK masuk ke pedalaman dan tinggal diantara saudara-saudaranya yang telah lama berada dipedalaman. alasan mereka masuk ke pedalaman adalah karena islam yang bertolakbelakang dengan adat budaya Dayak, terutama budaya makanan dan adat istiadat yang bersumber dari agama asli yang selalu menggunakan Babi, anjing dan ayam dalam ritualnya.
dan juga ada relief orang Dayak pake cawat membawa sumpit.
sketsa reliefnya bisa anda lihat disini (show spoiler reliefnya) –> http://www.kaskus.co.id/show_post/50c6b293562acffe2400003d/48/
bukan itu saja manusia-manusia pada relief borobudur tersebut kebanyakan bertelinga panjang seperti mayoritas orang Dayak dahulu, anda bisa melihat disini –> http://lakaranlukisancatan.blogspot.com/2011/08/tradiei-telinga-panjang.html
DAN JIKA KITA MELIHAT BENTUK FISIK MAYORITAS MANUSIA PADA RELIEF CANDI – CANDI DIJATENG TERMASUK BOROBUDUR DAN PRAMBANAN, DARI BENTUK WAJAHNYA LEBIH CONDONG KE BENTUK WAJAH-WAJAH MANUSIA INDIA. BUKAN SEPERTI WAJAH MANUSIA JAWA MASA KINI.
dARI BAHASA SUKU JAWA MASA KINI, SEBAGIAN BESAR ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA ADALAH JUGA ISTILAH-ISTILAH BAHASA SELURUH SUB ETNIK DAYAK, SERTA CUKUP BANYAK JUGA ISTILAH-ISTILAH BAHASA INDIA.
KESIMPULAN: APAKAH mungkin bahwa suku jawa sebenarnya adalah suku blasteran antara Dayak dengan India?
sangat terbayang sekali , jika kita yang bangun nya dan mengukir batu segitu besar dan luas nya apakah akan bisa ?
subhanallah , terimakasih atas karunia-MU amin
terimakasih ya gan atas informasi nya sangat bermanfaat sekali
Menarik dan menambah wawasan . Trima kasih
Ijin share gan