Lebih Dari 2000 Tewas: Tsunami Ambon dan Pulau Seram 1674

Lebih 2000 Korban Tewas:
Gempa dan Tsunami Pulau Ambon dan Pulau Seram Tahun 1674

Kisah ini adalah kejadian nyata, berdasarkan catatan kuno oleh Georg Eberhard Rumphius (1627-1702) tentang tsunami Ambon dan Seram di tahun 1674 yang disebutkan sebagai Tragedi Tanggal 17 Februari 1674 atau Gempa Bumi Laut Banda 1674.

Prologue

“Lonceng-lonceng di Kastel Victoria di Leitimor, Ambon, berdentang sendiri. Orang berjatuhan ketika tanah bergerak naik turun seperti lautan. Begitu gempa mulai menggoyang, seluruh garnisun kecuali beberapa orang yang terperangkap di atas benteng, mundur ke lapangan di bawah benteng, menyangka mereka akan lebih aman.

Akan tetapi, sayang sekali tidak seorangpun menduga bahwa air akan naik tiba-tiba ke beranda benteng. Air itu sedemikian tinggi hingga melampaui atap rumah dan menyapu bersih desa. Batuan koral terdampar jauh dari pantai”.

Kutipan di atas diambil dari catatan sejarah tsunami pertama di Ambon dicatat oleh Georg Eberhard Rumphius (1627 – Ambon, 15 Juni 1702) yang disebutkan sebagai tragedi tanggal 17 Februari 1674.

Gempa bumi dan tsunami yang melanda ini tidak hanya menewaskan 2.322 orang di pulau Ambon dan Seram, tetapi juga menewaskan istri Rumphius dan salah seorang anak perempuannya.

Rumphius mengisahkan kondisi desa-desa di Ambon dan Seram yang hancur akibat peristiwa itu. Hila di dekat Hitu disebut Rumphius sebagai daerah yang paling menderita. Sedikitnya ada 13 desa yang dituliskan Rumphius yang terkena dampak kejadian itu.

Desa-desa itu terbentang di sepanjang pesisir utara Leihitu, mulai dari Larike di ujung barat hingga Tial di ujung timur. Di Pulau Seram yang tercatat adalah tempat-tempat di daerah Huamual, seperti Tanjung Sial dan Luhu. Catatan lain juga dari Oma di selatan Pulau Haruku dan Pulau Nusa Laut.

Lukisan Teluk Ambon

Sejarah singkat asal-muasal Kota Ambon

Ambon yang juga dikenal sebagai Amboina atau Ambon Manise saat ini merupakan kota terbesar di wilayah Kepulauan Maluku dan menjadi pusat perkembangan dan sebagai ibu kota Provinsi Maluku.

Kota Ambon mulai berkembang semenjak kedatangan Portugis pada tahun 1513. Tahun 1575 penguasa Portugis mengerahkan penduduk di sekitarnya untuk membangun benteng Kota Laha atau Ferangi yang diberi nama Nossa Senhora de Anunciada di dataran Honipopu.

Dalam perkembangannya masyarakat pekerja yang membangun benteng tersebut mendirikan perkampungan yang disebut Soa. Kelompok masyarakat inilah awal dari pembentukan kota Ambon yang dinamakan Citade Amboina dalam bahasa Spanyol, atau Cidado do Amboino dalam bahasa Portugis (Des Alwi, 2005).

Pada saat Belanda menguasai Kepulauan Maluku dan Kota Ambon dari Portugis, Benteng Nossa Senhora de Anunciada menjadi pusat pemerintahan beberapa Gubernur Jenderal Belanda dan diberi nama Kastel Nieuw Victoria.

Lokasi kastel ini sekarang berada persis di seberang Kantor Gubernur Provinsi Maluku di Kecamatan Sirimau, di pusat Kota Ambon dan dijadikan kompleks perkantoran dan perumahan Komando Daerah Militer XVI/Pattimura.

Peta tua perencanaan pembangunan kota Ambon (Amboine) di Pulau Ambon, Maluku oleh VOC. (by Bellin-1718)

Ringkasan catatan Rumphius: Tsunami Ambon dan Seram 1674

Pada tanggal 17 Februari 1674, pada sore hari Sabtu, sekitar pukul setengah delapan, bawah rembulan yang indah dan cuaca yang tenang, seluruh provinsi kami – yaitu Leytimor, Hitu, Nusatelo, Seram, Buro, Manipa, Amblau, Kelang, Bonoa, Honimoa, Nusalaut, Oma, dan beberapa tempat bertetangga lainnya menderita guncangan-guncangan begitu dahsyat sehingga kebanyakan orang yakin Hari Kiamat telah tiba.

Lonceng-lonceng di Kastil Victoria di Leytimor berdentang sendiri, dan orang-orang yang sedang berdiri sambil mengobrol berjatuhan menimpa satu sama lainnya atau terguling ketika tanah bergerak naik turun seperti lautan. 75 Petak Cina, atau bangunan-bangunan batu kecil berikut satu rumah besar (juga terbuat dari batu) ambruk dan tinggal puing-puing saja.

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/bd/Georg_Eberhard_Rumpf.jpg

Georg Eberhard Rumphius.

Kejadian ini menewaskan 79 orang, di antaranya istri Saudagar G.E. Rumphius, bersama-sama anak perempuan bungsu mereka, janda Sekretaris Johannes Bastinck, dan 4 orang Eropa. 35 orang lain mengalami cedera parah di lengan, kaki, kepala, dan selangkang mereka.

Air pasang mencapai ketinggian 4 sampai 5 kaki, dan beberapa sumur dalam terisi begitu cepat sehingga orang bisa menciduk air dengan tangan, sedangkan sesaat kemudian sumur-sumur itu sudah kosong lagi.

Pesisir timur sungai Waytone terbelah dan air memuncrat keluar, setinggi 18 sampai 20 kaki, melemparkan pasir berlumur berwarna biru.

Semua orang lari ke tanah yang terletak lebih tinggi menyelamatkan dirinya, di tempat mana mereka temukan Gubernur dan rombongan besar. Orang terus-menerus mendengar letusan-letusan seperti suara meriam di kejauhan, walaupun kebanyakan dari arah utara dan barat laut, menunjukkan bahwa beberapa gunung barangkali sedang meletus atau paling tidak sedang terpecah belah.

Beberapa perahu layar dan arumbae (jenis perahu lokal) kepunyaan warga setempat, dan yang ditambatkan di muara sungai itu, terhempas ke hilir membenturi jembatan sedangkan sebuah arumbae kecil berakhir di dalam arumbae yang lebih besar. Jembatan juga nyaris terlepas.

Lukisan sebuah jalan di Ambon Tempo Doeloe (by: Josias Cornelis Rappard)

Kerusakan yang diderita pesisir ini akan diceritakan menurut masing-masing tempat, walaupun yang paling penting ialah kematian 2243 orang lebih, termasuk 31 orang Eropa, seluruhnya 2322 korban.

Rincian kejadian di berbagai daerah, dituliskan dalam cataran Rumphius:

1. Larike

Sesudah gempa bumi, air mencapai kedalaman 2 kaki sekitar Benteng (Rotterdam). Air pasang 3 kali dan setiap kali surut tanpa mengakibatkan kerusakan kecuali menghancurkan arumbae Kompeni dan sebuah perahu berkeping-keping.

2. Nusatelo

Di sini air muncul tiba-tiba setelah semula mundur jauh ke arah Ureng sedemikian rupa, sehingga di pantai orang bisa melihat dasar laut yang terungkap, dan hampir tidak ada air. Lalu air kembali 3 kali dari 2 arah sepanjang bagian terendah pulau, dan kedua tembok air saling berbenturan dengan dahsyat.

3. Ureng

Di sini mereka mendengar, seperti di tempat-tempat lain di Hitu, suara mengaung menakutkan di udara, seakan-akan kereta-kereta saling bertabrakan. Setelah air naik, air mundur kembali sampai orang bisa melihat dasar laut ke arah Nusatelo, dan kelihatannya seakan-akan laut hilang begitu saja.

4. Lima

Ketika air tiba dari arah Lebelehu, air pasang sampai dekat Benteng (Haarlem) seolah olah sedang mendidih. Air itu timbul penuh bau, lumpur dan pasir, dan menutupi segala sesuatu. Air itu juga mengandung beberapa batu yang tidak mungkin digeser oleh 2 atau 3 lelaki. Batu-batu itu dihempaskan ke lantai pertama Benteng.

5. Seyt

Di tempat ini air naik sampai ke jendela-jendela Benteng. Ada sersan di sini dan orang-orang lain yang bekerja untuk Kompeni, tetapi orang Ambon yang paling menderita karena desa-desa Seyt, Lebelehu dan Wasela sama sekali hanyut dan di Layu 6 rumah dihancurkan. Semua ini dengan kehilangan 619 orang.

Peta Pulau Ambon.

6. Hila

Begitu gempa mulai (yang katanya paling parah di sini), seluruh garnisun, kecuali beberapa orang yang terperangkap di atas mundur dari Benteng ke lapangan di bawah, menyangka mereka akan lebih aman di sana. Akan tetapi sayang sekali tidak seorangpun menduga bahwa air akan naik tiba-tiba ke beranda Benteng (Amsterdam).

Air menjilat atap dan menyapu bersih desa-desa sekeliling Benteng, kecuali dua rumah yang tertinggal di atas tiang-tiangnya. 1461 jiwa tewas. Sebuah batu penggiling yang berada di belakang Benteng ditemukan 26 yard dari tempat semula.

Sebuah tabuh logam mesjid dari rumah Ince Tay juga terhempas 60 yard lebih, sedangkan sepotong batu koral, panjang dan lebar tiga setengah kaki dan setebal 8 inci, ditemukan 41 yard dari tempat asli, diatas batu nisan di belakang Fort Amsterdam.

7. Hitu Lama

Diperkirakan bahwa di sini air naik sekitar 10 kaki di atas permukaan normal, menyeret rumah Sersan dan rumah-rumah Kompeni lainnya di bawah Benteng. Sersan itu juga dihanyutkan, tetapi terdampar di atas pohon. Di tempat ini, satu prajurit dan 35 orang Ambon kehilangan nyawa mereka.

8. Mamala

Sekitar 40 rumah di desa ini dihanyutkan, tetapi tidak satu orang pun mati. Di Liang, Tulehu, dan Way, rumah-rumah tetap ada dan orang-orang di tempat itu tidak mengalami gangguan apa-apa, walaupun gempa terasa dan air naik lebih tinggi daripada biasa.

9. Thiel

Thiel atau Tial, tanahnya terletak agak lebih rendah dari desa-desa tersebut di atas tanjung bagian timur Hitu, karena itu baik Mesjid dan Baileo Imam Muslim dibawa hanyut oleh air, bersama-sama dengan rumah-rumah biasa. Bagian barat laut Hitu menderita kerusakan air cukup besar dan semua pohonnya dicukur habis, terutama antara Negeri Lima dan Hila.

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/d/d3/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Een_groep_mannen_na_de_instituering_van_de_M.P._in_de_kerk_op_Ambon_TMnr_10000762.jpg

Orang Ambon yang beribadah berkumpul di gereja di kota Ambon pada masa lalu. (COLLECTIE TROPENMUSEUM via Wikimedia).

Air naik antara desa-desa ini dan Seyt sampai ke puncak bukit-bukit di sekelilingnya, diperkirakan sekitar 50 sampai 60 depa tingginya.

Tidak kurang hebatnya antara Seyt dan Lima, menghapuskan semua tanjung-tanjung dan pantai-pantai bersirap, kecuali tempat lokasi Benteng.

Semua pohon antara Hila dan Negeri Lima dihancurkan, termasuk perkebunan berharga terdiri dari pohon-pohon cengkih muda, yang baru saja mulai berproduksi selama 2 atau 3 tahun terakhir.

Tambang kapur di Mamala, Eli, Senalu, Kaitetu, Seyt, Lebelehu, dan Negeri Lima juga dihancurkan dan dihanyutkan. Tidak ada pantai lagi di sana, tetapi hanya tebing yang sangat curam. Negeri-negeri Nukunali, Taela, dan Wawani, yang semuanya hilang bersama-sama dengan pangkalan laut tempat kapal-kapal biasanya berlabuh.

Gunung air yang muncul terbagi ke dalam 3 bagian. Satu bagian menuju ke timur ke Seyt dan Hila, yang kedua ke barat ke desa-desa Lima dan Ureng, sedangkan yang ketiga menuju langsung melintasi laut, melewati Tanjung Sial.

Air itu berbau begitu busuk sehingga orang-orang yang berada di kapal dekat pantai jatuh sakit, dan begitu kotor sehingga siapapun yang terendam di dalamnya tampak seperti dicemplungkan ke dalam kubang lumpur.

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/3d/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Portret_van_een_vorst_met_zijn_gevolg_Ambon_TMnr_60039375.jpg

Seorang pangeran Ambon dan pengikutnya berfoto sekitar tahun 1900 (COLLECTIE TROPENMUSEUM via Wikimedia).

Ketika gunung air mendekati orang bisa melihat bahwa pundaknya menyala seperti api sedangkan di bawahnya air berwarna hitam seperti batubara dan menghasilkan suara gemuruh.

Air itu juga mempunyai kekuatan luar biasa, sehingga beberapa orang beranggapan bahwa itu bukan air saja, karena ketika hanya setinggi lutut saja bagi beberapa lelaki yang terkuat, mereka tetap disapu air dan dibawa hanyut.

Air itu menghilangkan semua rumah di desa-desa sebelah barat dan selatan Fort Amsterdam, yang dirusakkannya sebagian. Sebelah timur di Senalo tempat banyak pohon tumbuh dan banyak semak-semak, air datang dan pergi 2 atau 3 kali, kadang-kadang bahkan lebih sering dan begitu cepat sehingga sulit mengikuti jejaknya.

Gelombang pertama datang dengan tenang, yang kedua menghancurkan segala sesuatu, dan yang ketiga membersihkan puing-puing sehingga tempat bekas Negeri-negeri berada sama sekali hampa akan rumah dan pohon, sehingga kelihatan seperti disapu bersih.

Peta Pulau Ambon cetakan masa lalu.

10. Seram Kecil atau Huwamoal

Gelombang pasang yang di Tanjung Sial mengalir dari laut maupun dari darat juga menyebabkan kerusakan di tempat itu. Di Teluk Tanuno, Gereja Kristen dan separuh jumlah rumah ditelan habis, tetapi tidak seorang pun mati. Rupanya di sini air hanya sekali naik ke daratan, sedangkan laut antara Huwamoal dan pesisir Hitu tetap tenang, kecuali sedikit riak.

11. Oma Honimoha dan Nusa Laut

Gempa juga menakutkan sekali di sini dan bumi terus-menerus bergerak sepanjang malam. Di Oma, tempat dimana setelah getaran pertama gempa berlanjut selama 24 jam, air naik 6 kaki di atas normal.

12. Paso Baguala

Air datang dari Kastil Victoria, untung sekali tidak melimpah ke genting tanah Paso tetapi hanya menutupi bagian dari satu sisi. Air itu hanya mencapai rumah-rumah pertama dekat Teluk Dalam.

13. Buru, Ambelau, Manipa, Kelang dan Bonoa

Semua pulau ini juga merasakan goncangan. Air juga naik dan menghanyutkan 40 rumah di beberapa Negeri, namun tidak ada korban walau goncangan sangat hebat. Air naik hingga 6 kaki di pos jaga di Salati dan Pulau Kelang, tapi tidak ada kerusakan lain.

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/9/90/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_binnenkomst_van_de_vissers_op_Ambon_Molukken._TMnr_60013216.jpg

Aktifitas para nelayan Ambon pada masa lalu. (COLLECTIE TROPENMUSEUM via Wikimedia).

Latar belakang penulis, Georg Eberhard Rumphius

Georg Eberhard Rumphius adalah ilmuwan Belanda yang lahir di Jerman dan meninggal di Ambon. Ia merampungkan laporan peristiwa tsunami Ambon dan Seram 1674 ini pada tahun 1675. Naskahnya tersimpan lebih dari tiga abad. Awalnya, naskah ini disimpan di Perpustakaan Kerajaan Belanda di Den Haag dalam kategori anonim.

Pada tahun 1817 di tetapkan bahwa laporan itu dibuat oleh Rumphius. Tahun 1998 naskah Rumphius diterbitkan di Belanda atas transkripsi W Buijze. MJ Sirks PhD, professor genetika dari Universitas Groningen, dengan judul:

“Waerachtigh Verhaeel van de Schricklijke Aardbevinge, Nuonlanghs eenigen tyd herwerts, ende voor naemntlijck op den 17, February des Jaers 1674. Voorgevallen, en ontrent de Eylanden van Amboina” (Kisah Nyata Tentang Gempa Bumi Dahsyat yang terjadi beberapa waktu lalu dan sebelum itu, tetapi terutama pada tanggal 17 Februari tahun 1674 di pulau-pulau Amboina).

Naskah tersebut kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Inggris dan Indonesia oleh Anis de Fretes di Amsterdam dengan editor Rudi Fofid dari Komunitas Rumphius Ambon. Naskah ini pernah dituliskan secara bersambung di Maluku Online dalam Bahasa Indonesia selama 3 hari (16, 17 dan 18 Februari 2014).

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/a/af/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Het_voormalige_huis_van_Rumphius_op_Ambon_TMnr_10017505.jpg

Rumah ilmuwan asal Jerman berwarganegara Belanda, Georg Eberhard Rumpf di Ambon (foto diambil pada tahun 1910-an). Rumphius’s Ambon house in the 1910s. (COLLECTIE TROPENMUSEUM)

Kisah perjalanan hidup Georg Eberhard Rumphius (1627-1702) penuh tragedi. Masa mudanya dilalui bersama ayahnya, August Rumpf, seorang arsitek terkenal pada masanya, di Hanau – Jerman. Kehidupan mudanya mendorong ketertarikan Rumphius untuk menjadi petualang. Ia berharap untuk melihat dunia yang lebih besar dari Hanau.

Rumphius meminta gurunya, Count Ludwig von Solm Grifenstein Braunfels, untuk mendaftarkannya sebagai tentara Republik Venesia. Setelah naik kapal Swarte Raef di Holand, bagian barat Belanda, ia sadar bahwa telah ditipu, ia dimasukkan menjadi tentara West Indies Company (WIC) yang akan dikirim sebagai prajurit ke Venesia. Namun demikian kapal berubah haluan dan membawa para prajurit ke Brazil.

Georg Eberhard Rumphius (1627-1702).

Di tengah jalan kapal diserang kapal Portugis. Rumphius kemudian dibawa ke Portugis, disana ia dan teman teman prajuritnya dilatih untuk menjadi tentara Portugis. Inilah yang menjadi titik balik kehidupan Rumphius.

Di Portugis, ia mendengar begitu banyak cerita luar biasa tentang dunia timur, dunia tumbuhan dan hewan-hewan asing dan aneh. Semua itu membuat keinginan Rumphius untuk menjelajah kian besar.

Antara tahun 1648– 649 Rumphius meninggalkan Portugis dan kembali ke Hanau. Pada akhir 1652, ia mendaftarkan diri sebagai tentara East Indies Company (EIC).

Bulan Juni 1653, dia mendarat di Batavia dan pada tahun yang sama, tanggal 8 November ia pergi lagi ke Pulau Ambon. Karena menjadi tentara ternyata tidak memuaskan Rumphius, maka Gubernur Ambon saat itu, Jacob Hustaerdt, memberinya tugas sipil.

Pada 1662 Rumphius resmi menjadi pegawai perdagangan di perusahaan EIC. Saat itulah Rumphius mulai mempelajari hewan dan tumbuhan di Pulau Ambon secara sistimatis. Selama bertahun-tahun ia menggunakan waktu luangnya untuk belajar dan menulis tentang flora dan fauna Ambon.

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/12/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Kranslegging_door_Gouverneur-Generaal_De_Graeff_en_Gouverneur_Van_Sandick_bij_het_gedenkteken_voor_Rumphius_op_Ambon_TMnr_10018724.jpg

Wreath laid at the Rumphius memorial on Ambon (c. 1930). (COLLECTIE TROPENMUSEUM)

Rumphius kemudian menjadi pimpinan di Hitu, sebuah daerah di pesisir utara Leihitu di bagian utara Pulau Ambon. Di sana ia tinggal bersama keluarganya. Setelah dibebas tugaskan dari perusahan EIC, Rumphius menemukan kebahagiaannya, meneliti alam.

Bagi Rumphius, tragedi terbesar yang dialaminya terjadi pada tahun 1674, ketika gempa dan tsunami melanda yang menewaskan istri Rumphius dan salah satu anak perempuannya.

Rumphius juga mengalami tragedi di mana dia kehilangan penglihatannya, namun kebutaan ini tidak menghalanginya untuk melanjutkan penelitiannya tentang flora dan fauna Ambon.

Rumphius menghasilkan tiga karya besar: Amboinsch Kruidboek, Amboinsch Rariteitkamer, dan Amboinsch Dierboek. Tragedi lain yang dialami pada saat terjadi kebakaran besar di Ambon, buku koleksi, manuskrip dan gambar-gambar yang dibuat Rumphius sebelum tahun 1670 turut terbakar. Untungnya sebagian buku utama bisa diselamatkan.

Pada tahun 1679 dan 1680, Gubernur Ambon membentuk tim kerja untuk Rumphius, anak Rumphius, Paulus Agustus juga membantu. Rumphius menghasilkan banyak sekali karya sehingga Gubernur Ambon Dirck de Haes menulis dalam laporannya “Pekerjaan Rumphius sepertinya telah selesai, sudah menulis 1.720 bab termasuk 12 buku.”

Gempa dan Tsunami Ambon pada 8 Oktober 1950

Selain gempa bumi dan tsunami pada Tragedi Tanggal 17 Februari 1674 tersebut, serentetan gempa bumi lainnya juga pernah terjadi di Ambon. Namum yang paling dahsyat adalah pada 8 Oktober 1950 silam, atau 276 tahun setelah Tragedi Tanggal 17 Februari 1674.

Pada masa ini terjadi berturut-turut sepanjang hari. Gempa tersebut terjadi di Laut Banda, di bagian selatan kota Ambon. Kala itu sedang terjadi pertempuran dari pemberontak RMS dan TNI.

Hingga pada Minggu 8 Oktober 1950 pukul 12:23 WIT waktu setempat, sebuah gempa bumi sangat besar terjadi di Ambon. Setelah sekitar 6 menit dari gempa kencang itu, datang gelombang Tsunami setinggi 20 meter atau sekitar 70 kaki yang menyapu seluruh pantai di pulau Ambon dan sekitarnya hingga sejauh 200 meter ke daratan. Dua kota di pesisir pantai hilang total, rata dengan tanah.

Menurut laporan pers, tsunami itu memiliki tinggi 200 meter, namun tidak bisa dikonfirmasi dari catatan palem pasang surut (Murphy, Ulrich, 1952; Berninghausen, 1969) dalam (Soloviev dan Go, 1974).

Di Hutumuri, tsunami mengangkut bongkahan-bongkahan batu karang dan bertebaran di sepanjang pantai dan masih terlihat saat ini. Di Galala dan Hative Kecil tsunami mengangkat kapal besi yang cukup besar, Kapal Albatross, yang kemudian terdampar di tepi jalan dan menabrak sebuah rumah.

Terbatasnya pencatatan, informasi dan data pada waktu itu menyulitkan untuk menganalisa apa yang terjadi. Ratusan orang tidak memilik rumah lagi. Tidak adanya korban jiwa kemungkinan besar karena bencana ini terjadi pada siang di hari Minggu, masyarakat dapat melihat langsung air yang menuju ke pantai, dan sebagian melaksanakan ibadah di Gereja serta tidak beraktivitas di pesisir.

Hal lain adalah kondisi geopolitik saat itu, sedang berlangsung perang antara RMS dan TNI sehingga banyak orang pergi ke hutan sehingga negeri menjadi kosong saat itu. Pada kurs waktu itu, kerugian ditaksir sekitar 7,5 juta rupiah.

Catatan sejarah Rumphius sebagai warisan yang penting

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/c4/Schild_Georg_Eberhard_Rumpf_in_W%C3%B6lfersheim.jpg/352px-Schild_Georg_Eberhard_Rumpf_in_W%C3%B6lfersheim.jpg

Rumphius memorial plaque in Wölfersheim.

Catatan Rumphius yang akhirnya meninggal di Ambon 15 Juni 1702, dan telah menulis kisahnya tentang Gempa dan Tsunami 1674 di Ambon merupakan warisan penting bagi masyarakat Ambon dan Seram.

Hal itu terbukti pada gempa-gempa dan tsunami berikutnya, rentetan bencana tersebut tak memakan korban yang berarti, termasuk gempa dan tsunami pada hari Minggu 8 Oktober tahun 1950.

Kesaksiannya menceritakan bahwa Pulau Ambon dan Seram memiliki sejarah gempa bumi dan tsunami yang cukup lama ini, bisa jadi dapat terjadi lagi di masa mendatang.

Oleh karenanya kita harus belajar dari catatan sejarah ini dan melakukan berbagai usaha untuk membangun kesiapsiagaan dalam mengantisipasi apabila kejadian tersebut terjadi lagi.

Masih banyak catatan sejarah tsunami di Ambon. Salah satunya adalah kejadian air turun-naik di tiga negeri, Hutumuri, Galala, dan Hative Kecil pada tahun 1950 yang akan IndoCropCircles publikasikan ke depannya.

(IndoCropCircles.com / sumber: dari buku “Air Turun Naik Di Tiga Negeri” mengingat tsunami Ambon 1950 Di Hutumuri, Hative Kecil dan Galala)

Pustaka:


Gempabumi juga pernah terjadi sesudahnya di Ambon yaitu pada tahun 1898 yang menghancurkan rumah-rumah di Ambon. (Credits: COLLECTIE TROPENMUSEUM).


Artikel Lainnya:

8 Gempa di Indonesia Yang Tercatat Dengan Jumlah Korban Ribuan

11 Tsunami Paling Dahsyat & Mematikan Pada Zaman Modern

Tsunami Dahsyat Ungkap Lokasi Kota Legendaris Atlantis?

Ditemukan: Gua Yang Mengungkap Sejarah Tsunami di Aceh

Gempa Jogjakarta 2006: Akibat Bom Besar di Tengah Laut??

Cerita Para Supir Taksi Jepang Bawa Penumpang Hantu di Kota Bekas Tsunami

[Project Seal] Tsunami Aceh Sumatra 2004: Bom Nuklir Bawah Laut

Gila! HAARP Senjata Canggih, Mengatur Pikiran, Gempa dan Iklim Dunia! Termasuk Gempa dan Tsunami di Indonesia!

Buku “Oera Linda” : Tsunami terdahsyat 4200 tahun lalu (2193 SM) memusnahkan banyak Kerajaan di Bumi

Masih Misteri, Bagaimana Meramal Gempa Bumi? Peneliti Mengklaim Ada Teori Baru

Misteri dan Kronologi Meletusnya Tambora, Tiga Kerajaan Lenyap Seketika!

Ternyata Letusan Krakatau Tertulis di Kitab Ronggowarsito: Kitab Raja Purwa

Sejarah Meletusnya Gunung Galunggung Sejak 1822, 1894, 1918 dan 1982

Misteri Letusan Gunung Toba, satu-satunya Supervolcano di Indonesia


Lebih Dari 2000 Tewas: Tsunami Ambon dan Pulau Seram 1674

((( IndoCropCircles.com | fb.com/IndoCropCirclesOfficial )))

Pos ini dipublikasikan di Fenomena Alami dan tag , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.