Cina RRT Akui Natuna Milik Indonesia, Tapi… Ini Loh Masalahnya!

ZEE kepulauan natuna dan nine dashed line

Cina RRT Akui Kepulauan Natuna Milik Indonesia, Tapi… Ini Loh Masalahnya!

Sebagian orang tak mengetahui, sebenarnya dimana permasalahan perbatasan laut antara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dengan Republik Indonesia di Kepulauan Natuna? Bahkan pakar dan pengamat pun ada yang tak tahu. Karena itulah maka artikel ini dibuat.

Wilayah Laut Cina Selatan atau Laut Tiongkok Selatan, yang terdiri dari puluhan kepulauan yang jumlahnya puluhan, masih menjadi sengketa beberapa negara, khususnya di negara-negara ASEAN.

Lalu kemudian sempat mereda dengan disepakatinya beberapa perjanjian dan kerjasama batas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif diantara negara-negara ASEAN yang berselisih itu.

Kemudian timbulah masalah baru bagi kawasan yang kaya akan sumber daya alamnya itu. Namun kali ini Indonesia ikut terseret dalam konflik ini, bukan dengan ASEAN, namun justru dengan Republik Rakyat Tiongkok atau RRT. Sebenarnya, apa sih masalahnya?

Exclusive Economic Zone (Zona Ekonomi Eksklusif)

Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE adalah zona yang jauhnya 200 mil laut dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa.

Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.

Namun dalam beberapa wilayah sebuah negara, banyak yang tidak bisa mengklaim 200 mil laut penuh, karena kehadiran negara tetangga, dan itu menjadikan perlu menetapkan batasan ZEE dari negara-negara tetangga, pembatasan ini diatur dalam hukum laut internasional.

Garis-garis batas Exclusive Economic Zone atau Zona Ekonomi Eksklusif di Laut Cina Selatan sejauh 200 mil laut dari tepi pantai masing-masing negara.

Garis-garis batas Exclusive Economic Zone atau Zona Ekonomi Eksklusif di Laut Cina Selatan sejauh 200 mil laut dari tepi pantai masing-masing negara.

Maka secara berangsur-angsur wilayah kepulauan yang diperebutkan oleh sejumlah negara ini, kecuali Indonesia yang tak memperebutkannya, disebut secara internasional sebagai daerah Kepulauan Spratly.

Walau perjanjian-perjanjian dan sejumlah kesepakatan bilateral dan mulilateral belum selesai sepenuhnya, namun paling tidak, menjadi agak reda akibat beberapa perjanjian yang telah dibuat oleh negara-negara yang bersengketa khususnya di negara-negara ASEAN.

Hingga beberapa waktu lalu, tiba-tiba wilayah ini di klaim secara sepihak oleh Republik Rakyat Tiongkok atau RRT menjadi wilayahnya, dengan membuat garis-garis batas sebanyak 9 buah yang kemudian disebut sebagai “Nine-dashed Line” atau “Sembilan garis putus-putus”.

Hal ini membuat negara-negara ASEAN yang sudah saling membuat kesepakatan seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina dan Vietnam yang memiliki konflik di wilayah itu sebelumnya menjadi kembali berang.

China RRT membangun bandara di Kepulauan Spratly

China RRT membangun bandara di salahsatu pulau di Kepulauan Spratly.

Bahkan beberapa waktu lalu, China Tiongkok membangun pulau-pulau di atas terumbu karang di Kepulauan Spratly di Laut China Selatan yang juga sering disebut sebagai Laut Tiongkok Selatan ini.

RRT menguruk dan membuat pulau-pulau buatan yang luasnya cukup sebagai lapangan terbang. Maka dengan bercampur-tangannya RRT dan juga Taiwan yang merupakan bagian dari RRT, membuat wilayah itu menjadi kisruh kembali.

China Tiongkok, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Brunei Darusalam, dan Taiwan juga mengklaim kepemilikian atas perairan yang sama di wilayah sengketa Laut China Selatan dan masih berlanjut hingga kini.

Apalagi pihak Vietnam akhirnya mengklaim bahwa sebagian Kepulauan Spratly adalah miliknya dengan menambah wilayahnya menjadi jauh lebih luas hingga ke Kepulauan Paracel, bahkan hingga mendekati wilayah Filipina dan Malaysia.

Nine-dash Line adalah 9 garis putus-putus (warna merah) yang di klaim sepihak oleh RRT sebagai wilayahnya.

Nine-dash Line adalah 9 garis putus-putus (warna merah) yang di klaim sepihak oleh RRT sebagai wilayahnya. Juga akhirnya tampak pelebaran wilayah perairan oleh pihak Vietnam termasuk Kepulauan Paracel, bahkan hingga mendekati wilayah Filipina dan Malaysia.

Nine-dashed Line (Sembilan garis putus-putus)

“Sembilan garis putus” yang terlihat seperti “Garis U”, adalah garis putus-putus sebanyak 9 buah yang di klaim secara sepihak oleh pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebagai bagian dari wilayahnya di Laut Cina Selatan.

Menurut pihak RRT, pada awalnya garis-garis ini sebanyak 11 buah, atau dalam istilah Cina sebagai “11 Garis” pada masa lampau. Lalu setelah RRT berdiri menjadi sebuah negara yang bersatu, kemudian 11 garis putus-putus ini berkurang menjadi 9 buah.

Nine-dash Line pada peta kuno China

“10 Garis” atau Nine-dash Line pada peta kuno China

Dari “11 Garis” menjadi “9 Garis”, karena ada 2 garis yang berada di Teluk Tonkin dihapus akibat 2 garis itu memang kini berada di tangan RRT.

Akhirnya garis ini dikenal pada masa kini sebagai Nine-dashed Line. Wilayah yang masuk ke dalam Nine-dashed Line ini meliputi Kepulauan Paracel yang diduduki Cina namun diklaim oleh Vietnam dan Taiwan, dan Kepulauan Spratly yang dipersengketakan antara Filipina, Cina, Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam.

Beberapa negara di ASEAN tersebut, termasuk Cina RRT dan Cina Taiwan, mengklaim seluruh atau sebagian dari wilayah Kepulauan Spratly menjadi miliknya.

Perebutan wilayah ini karena diyakini di dalamnya kaya akan sumber daya alam, juga dibawah dasar lautnya seperti gas alam dan minyak bumi, bahkan kekayaan di dalam lautannya seperti hasil laut berupa ikan dan terumbu karang. Selain itu, wilayah ini sangat strategis sebagai pangkalan militer dan urat nadi pelayaran internasional.

Namun masih diisyukan bahwa garis-garis putus yang diklaim secara sepihak oleh RRT ini muncul di peta Dinasti Chi’ing dari Kekaisaran Cina dan masih ada di peta-peta Republik Tiongkok di Taiwan.

Tampak zona Nine-dashed Line RRT merusak semua Zona ZEE perairan laut negara-negara ASEAN yang masih berkonflik di Laut Cina Selatan.

Tampak zona Nine-dashed Line RRT (garis putus-putus merah) merusak semua Zona ZEE perairan laut negara-negara ASEAN (garis putus-putus biru) yang masih berkonflik di Laut Cina Selatan. (pict: IndoCropCircles)

Indonesia dan RRT Sebenarnya Tak Memiliki Sengketa BATAS DARAT Kepulauan Natuna dan Kepulauan Terluar Di Sekelilingnya

Indonesia dan China Tiongkok (RRT) sejatinya memang tidak memiliki sengketa formal dengan daratan, khususnya Kepulauan Natuna dan sekitarnya, meskipun pada tahun 2010 lalu, Angkatan Laut Indonesia hampir kontak tembak dengan kapal RRT yang memasuki perairan lapangan gas di pulau Natuna.

Zona ZEE Indonesia dan Zona ZEE Cina RRT sangat jauh. (pict: IndoCropCircles.com)

Zona ZEE Indonesia (biru muda) dan Zona ZEE Cina RRT (kuning) sebenarnya sangat jauh. (pict: IndoCropCircles.com)

Para pejabat Indonesia mengatakan insiden itu merupakan penyusupan oleh nelayan dan bukan bagian dari sengketa teritorial. Lalu, apa masalahnya?

Padahal Indonesia tidak terlibat perselisihan dengan China Tiongkok atau RRT terkait sengketa di Laut China Selatan itu, karena wilayah keduanya sangat jauh.

Malah secara tradisional Indonesia telah melakukan peran mediasi untuk serangkaian perselisihan wilayah perairan antara ASEAN dan RRT.

Kepulauan Natuna yang memiliki pulau terbesarnya yang juga bernama Pulau Natuna ini berada di kordinat 03°55′28.3″N 108°10′56.5″E, yang berlokasi di Laut Cina Selatan yang jauh dari RRT.

Dari garis pantai Pulau Natuna dan pulau-pulau terluar di sekitarnya, sudah ditarik garis lurus sejauh 200 mil laut menjadi zona ZEE berikut landas kontinen yang telah syah menjadi wilayah kedaulatan Republik Indonesia secara hukum internasional. Tapi kenapa nelayan RRT dengan seenaknya berani masuk ke dalam zona ZEE Indonesia?

Wilayah Laut Cina Selatan Kaya Sumber Laut dan Tambang

Wilayah zone ZEE tak hanya wilayah perairan laut, namun juga semua yang ada di bawah permukaan laut, dan juga dibawah dasar laut atau yang dikenal dengan istilah “Batas Kontinen”.

Wilayah perairan kepulauan Natuna juga kaya akan sumber hayati dan terdapat ratusan spesies ikan, hewan air dan terumbu karang. Selain itu, wilayah ini sangat strategis sebagai pangkalan militer dan urat nadi pelayaran internasional.

Illegalk fishing di Kepulauan Natuna oleh nelayan-nelayan Vietnam (screenshot NatGeo: indonesian Fish Wars)

Komplit dengan senjata otomatis laras panjang, petugas Penjaga Pantai Indonesia berpatroli dan memantau illegal fishing di Kepulauan Natuna oleh nelayan-nelayan luar negeri. (screenshot NatGeo: Indonesian Fish Wars)

Perlu diketahui bahwa RRT adalah salah satu produsen hasil laut terbesar di planet Bumi.

Setiap tahunnya RRT memproduksi sebanyak 17 juta ton hasil laut untuk dikonsumsi dan diekspor (lihat video Inside Indonesia Fish Wars dibawah artikel).

Sementara itu, selain ikan, potensi kekayaan di dalam laut Natuna per tahun, diantaranya adalah:

  • Cumi-cumi: 23.499 ton per tahun.
  • Lobster: 1.421 ton per tahun.
  • Kepiting: 2.318 ton per tahun.
  • Rajungan: 9.711 ton per tahun.

Belum lagi kekayaan yang ada di dalam landas kontinen di daerah Natuna yang kaya akan gas bumi yang sangat besar. Juga, betapa strategisnya wilayah ini sebagai jalur pelayaran internasional.

Jadi tak heran jika wilayah ini diperebutkan oleh sejumlah negara ASEAN, bahkan RRT dan Taiwan.

Illegal fishing juga marak di wilayah Laut Cina Selatan ini. Nelayan-nelayan illegal dari RRT, Malaysia, Vietnam dan lainnya, kerap menguras isi Laut Cina Selatan ini dengan ikut menangkap ikan-ikan kecil sebagai cikal-bakal ikan besar di kemudian hari, habis terkuras.

Mereka menggunakan peralatan-peralatan canggih dibanding nelayan Indonesia yang masih menggunakan peralatan tradisional dan tak mengancam keberadaan ikan-ikan dikemudian hari.

Petugas Penjaga Pantai Indonesia berpatroli dan memantau illegal fishing di Kepulauan Natuna oleh nelayan-nelayan luar negeri. (screenshot NatGeo: Indonesian Fish Wars)

Petugas Penjaga Pantai Indonesia menangkap para pelaku nelayan illegal fishing di Kepulauan Natuna oleh nelayan-nelayan Vietnam. (screenshot NatGeo: Indonesian Fish Wars)

Keberadaan Nine-dashed Line jadi masalah baru “BATAS PERAIRAN LAUT” antara Indonesia dan Cina RRT

Dulu, wilayah Kepulauan Natuna dan perairan laut disekelilingnya tak ada masalah perbatasan antara Indonesia dengan RRT, karena letak negara RRT jauh disebelah utara, bahkan lebih jauh dibanding Vietnam.

Namun setelah adanya “Nine-dashed Line” ala RRT ini, baru ada masalah antara Indonesia dan RRT, karena sebagian wilayah laut Natuna khususnya yang berada di sebelah utara, masuk juga ke dalam zona “Nine-dashed Line” yang diakui scara sepihak oleh RRT ini! Nah, disinilah masalahnya!

Oleh karena itu, terkadang nelayan-nelayan RRT dengan seenaknya masuk ke zona ZEE Indonesia. Sedangkan menurut mereka wilayah itu masih zone “Nine-dashed Line” yang masih wilayah RRT.

Jadi perlu diingat, bahwa masalah ini adalah masalah batas perairan laut, bukan batas daratan! Karena secara sepihak, RRT telah mengakui bahwa Kepulauan Natuna adalah milik Indonesia.

Keberadaaan Nine-dashed Line secara sepihak oleh RRT inilah yang akhirnya memicu konflik baru, baik antara negara-negara ASEAN yang berkepentingan dengan wilayah ini, dan juga antara Cina dan neara-negara ASEAN itu.

Oleh sebab itu, maka “batas baru” ini melahirkan insiden-insiden yang juga baru, dan pada kali ini akhirnya juga menyeret Indonesia ke dalam konflik ini dan bukan konflik terhadap negara-negara ASEAN, namun konflik dengan pihak RRT.

Tampak zona ZEE Kepulauan Natuna Indonesia bertumpang tindih dengan zona Nine-dashed Line yang diakui sepihak oleh RRT dan menjadikannya "ZONA ABU-ABU" (Pict: IndoCropCircles)

Tampak Zona ZEE Indonesia di Kepulauan Natuna sebelah utara bertumpang tindih dengan Zona Nine-dashed Line yang diakui sepihak oleh RRT (wilayah warna kuning) dan menjadikannya “ZONA ABU-ABU” sebagai tempat nelayan RRT melakukan illegal fishing yang akhirnya menjadi konflik antara Indonesia dan RRT. (Pict: IndoCropCircles.com)

Insiden-Insiden di Natuna

Beberapa insiden melanggar wilayah kedaulatan itu contohnya seperti pernah tertangkapnya nelayan-nelayan RRT ketika mereka memasuki wilayah zona 200 mil laut ZEE milik Indonesia.

Seperti pada Maret 2016 lalu, kapal nelayan RRT ditangkap di perairan ZEE Indonesia. Pada saat itu terdapat peta di dalam kabin kapal RRT yang membuktikan bahwa wilayah tempat mereka mencari ikan memang perairan ZEE Indonesia. Bukti ini sudah jelas bahwa mereka melanggar batas zona ZEE indonesia.

Pada bulan April 2016 lalu, kapal-kapal nelayan RRT ditangkap pihak Indonesia di wilayah ini, dan pihak Indonesia membakar dan meledakkan kapal-kapal nelayan RRT dan juga negara lainnya untuk dijadikan rumpon agar ikan-ikan tetap berkumpul diwilayah itu.

Kapal nelayan Cina illegal dibakar.

Kapal nelayan Cina illegal dibakar.

Bahkan berikutnya, kapal-kapal nelayan RRT mulai dikawal oleh kapal penjaga pantai (Coast Guard) milik RRT.

Pada konflik 17 Juni 2016, sebuah kapal penjaga pantai China kembali ingin mencoba peruntungannya, untuk melindungi kapal-kapal nelayan mereka yang mencuri ikan di Laut Natuna, Kepulauan Riau.

Sebelumnya, trik mengusung kapal Coast Guard di Natuna berhasil, setidaknya untuk menggertak kapal penjaga pantai Indonesia dari satuan non militer alias bukan dari kesatuan TNI.

Namun kali ini, trik mereka itu tidak mempan. Kapal Chinese Cost Guard bernomor lambung 3303 yang mencoba melindungi kapal-kapal pencuri ikan dari China, dihadang kapal perang TNI AL, KRI Todak 631.

Kapal Chinese Cost Guard 3303 akhirnya memilih menyingkir dan tidak meladeni KRI Todak yang menjaga garis depan laut Indonesia. Padahal kedua kapal ini sempat saling berhadapan, berawal saat TNI AL menangkap kapal berbendera RRT, Han Tan Cou 19038, beserta tujuh awak kapal.

Kapal itu adalah salah satu dari 12 kapal yang mencuri ikan di kawasan Natuna. Dalam penangkapan kapal tersebut, Kapal Coast Guard China sempat meminta agar kapal nelayan Han Tan Cou dilepaskan. Namun, permintaan itu tidak digubris.

Tampak kapal Chinese Cost Guard 3303 akhirnya memilih menyingkir dan tidak meladeni KRI Todak 631 yang menjaga garis depan laut Indonesia di wilayah perairan Kepulauan Natuna bagian utara setelah berhasil menangkap kapal nelayan RRT, Han Tan Cou 19038. (Pictures courtesy by Defence.PK - June 21, 2016)

Tampak kapal Chinese Cost Guard 3303 yang akhirnya memilih menyingkir dan tidak meladeni manuver berani KRI Todak 631 yang maju ke depan ketika menjaga garis depan laut Indonesia di wilayah perairan Kepulauan Natuna bagian utara setelah berhasil menangkap kapal nelayan RRT, Han Tan Cou 19038. Karena insiden ini pihak Menlu RRT protes keras kepada Indonesia. (Pictures courtesy by Defence.PK – June 20, 2016)

Dalam protes yang dimuat kantor berita Prancis AFP, juru bicara Kemlu RRT mengatakan, bahwa perairan laut utara Natuna termasuk wilayah penangkapan ikan tradisional mereka sehingga penangkapan tersebut melanggar hak.

Pertanyaanya, hak dari mana? Apakah hak secara sepihak? Jika semua wilayah laut negara-negara di dunia ini selalu berakar pada sejarah salah satu pihak saja sejak masa lampau, maka rusaklah wilayah-wilayah garis perbatasan laut negara-negara seantero dunia ini.

Apakah mereka tak tau, bahwa pada masa lalu kerajaan-kejaraan empire besar nan kuat armada lautnya dari Nusantara juga pernah sampai ke wilayah Cina daratan, dan mereka tunduk dibawahnya? Atau mungkin mereka sudah lupa, invasi 300 ribu armada Kubilai Khan pada masa lampau pernah hancur di Pulau Jawa dan akhirnya mereka kocar-kacir?

Indonesia harus tegas walau Cina RRT salah satu kekuatan baru di dunia

Apa yang harus dilakukan Indonesia? Setelah “insiden KRI Todak”, menlu RRT menlayangkan surat protes kepada Indonesia dan menyita perhatian presiden. Ia pun langsung bertolak ke daerah Natuna sebagai simbol bahwa daerah itu memang kepunyaan Indonesia sebagai negara yang berdaulat.

Presiden berharap bahwa aksinya itu sebagai sinyal bagi RRT dan juga ASEAN bahkan dunia bahwa Indonesia adalah negara berdaulat yang mana hal itu sebagai harga mati. Lalu ia juga menaiki kapal perang untuk kemudian mempimpin rapat diatas kapal perang KRI Tuanku Imam Bonjol.

Bersama beberapa menteri, presiden Jokowi di atas KRI Imam Bonjol meninjau situasi di Natuna

Bersama beberapa menteri, presiden Jokowi di atas KRI Imam Bonjol meninjau situasi di Natuna (foto Setneg)

Namun lepas dari semua ini, investor asal RRT yang menanamkan investnya di Indonesia juga memiliki nilai yang sangat tinggi. Ditengah badai perlambatan ekonomi dunia dan anjloknya harga minyak, banyak negara lesu ekonominya, namun tidak begitu dengan RRT. Negara itu sudah teruji sejak lama karena mereka berdagang antar provinsi, bahkan kadang tak menganggap ekonomi dunia luar.

Diawali transaksi di dalam negeri selama puluhan tahun, maka perekonomian RRT susah “digoyang” pihak dari luar dan tetap mantap. Oleh karena itulah segala sesuatunya tentang negeri ini pada masa lalu seakan “tak terlihat” dan dijuluki sebagai “Negeri Tirai Bambu”.

Dengan perlambatan ekonomi dan anjloknya harga minyak, adalah kartu As bagi RRT. Ia membeli jutaan ton emas untuk menambah aset negara dan memenuhi permintaan industri elektronika yang sangat perlu bahan emas.

Tak usah dipungkiri, kini semua produk di negara miskin hingga negara maju nan kaya, nyaris buatan RRT. Kini pun yang mengusai angkasa juga RRT dengan stasiun ruang angkasa tunggalnya, yang mana stasiun internasional yang terdiri dari beberapa negara “patungan” untuk membuatnya.

 

Passport Cina RRT terbaru menampilkan peta negaranya berikut garis Nine Dashed Line

Tampak passport Cina RRT terbaru, menampilkan peta negaranya berikut garis Nine Dashed Line

Banyak pakar politik internasional mengakui bahwa RRT adalah negara super power yang sesungguhnya. Mengapa bisa demikian? Salah satunya karena negara ini memiliki penduduk terbanyak di planet ini, itu sebabnya ia menjadi negara super power yang sesungguhnya.

Namun ia tak bertepuk dada, dan rakyatnya terus bekerja, sumber daya manusianya ditingkatkan, produknya dimurahkan, agar semua penduduknya mampu membeli dan juga menikmati hasilnya.

Itu sebabnya Amerika Serikat pun tak berani dengan RRT. Beberapa politikus AS masih berani menantang Rusia, Iran atau Kore Utara, bahkan untuk berperang, namun tidak untuk Cina, “Not Cina!” ujar beberapa politikus senior AS.

Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri diatas KRI Imam Bonjol memantau Natuna.

Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri diatas KRI Imam Bonjol memantau Natuna pasca insiden KRI Todak 631. (foto Setneg)

Kini AS sudah berhutang trilyunan dollar dari RRT. Dan seluruh negara di benua Afrika terutama yang miskin, diberi bantuan ringan tanpa bunga oleh RRT asalkan meminjam dari Bank Nasional RRT.

Dan kini pula, negara se-Afrika sudah dapat menikmati fasilitas telepon genggam walau di gurun pun, karena RRT yang membuatnya. Sedangkan pihak lain tak mau, karena negara Afrika dianggap miskin, padahal kekayaan alamnya sangat besar.

Begitu majunya RRT membuat negara-negara yang dulunya maju perekonomiannya mulai disalip. bagaimana sikap Indonesia, apakah harus mendekati RRT? Tentu tidak! Indonesia adalah negara Non-Blok, semua negara adalah teman.

Indonesia adalah negara berdaulat yang banyak kawannya. Baik di blok barat atau di blok timur. Non-Blok adalah suatu keuntungan. Indonesia adalah sahabat seluruh negara di dunia. Jadi sebenarnya tak ada yang berani dengan Indonesia, ada pun itu hanya gertakan sambal, karena jika diperangi tentu banyak negara di seluruh pelosok dunia yang pastinya akan membantu Indonesia.

Oleh karenanya Indonesia harus tegas untuk masalah batas perairan laut di Kepulauan Natuna. RRT tak hanya harus mengakui kedaulatan Indonesia tapi juga HAK berdaulat, karena Indonesia adalah negara Non-Blok dan besar pengaruhnya di percaturan geo-politik dunia yang patut diperhitungkan. (©IndoCropCircles.com)

Pustaka:

ARTIKEL PERTAMA DI INTERNET

Karikatur Jokowi di koran Manila Times setelah mengunjungi Kepulauan Natuna.

Karikatur Jokowi di koran Manila Times setelah mengunjungi Kepulauan Natuna.

konflik indonesia cina rrt di natuna banner


VIDEO:

Nekat, Berani & Cerdas, Pasca-Insiden, Jokowi Rapat di Kapal Perang, Tegaskan Kedaulatan RI

Nat Geo INSIDE: INDONESIA’S FISH WARS (45 mnts)


Artikel Lainnya:

[Photo] Via Satelit: China Terlihat Bangun Pulau, Pelabuhan dan Bandara di Kepulauan Spratly

Misterius: Kapal Pencari MH370 Sempat Hilang 3 Hari Di Tengah Laut!

[Project Seal] Tsunami Aceh Sumatra 2004: Bom Nuklir Bawah Laut

Gila! Patahan Mematikan Terbesar Dunia Ditemukan di Palung Laut Indonesia

10 Fenomena Misterius di Lautan

Ditemukan Di Laut: Monolit Misterius dari Zaman Batu Berat 15 Ton Usia 10.000 Tahun!

[USO Indonesia] Misteri Penampakan Cahaya Dalam Laut di Wediombo Gunungkidul

Ditemukan Struktur Misterius Dibawah Laut California AS, Alien Base?

Ilmuwan Temukan Bukti Eksistensi Monster Laut

Wow! Ternyata Bumi Punya Cadangan Air Tiga Kali Lautan

Ditemukan 2 Meter Dibawah Laut: Benteng VOC Misterius Di Daerah Pasar Ikan

Kekalahan memalukan tentara Mongol di tanah Jawa

Bahas Tuntas: “Pembantaian Glodok” Tahun 1740 (Tragedi Angke / Geger Pacinan)

“Project Blue Beam” Cina: Mirage, Kota Metropolis “Hologram” Muncul Diatas Sungai

[Unjuk Kekuatan] Indonesia Pimpin Latihan Perang “Komodo 2016” Yang Terdiri Dari 36 Negara!

Diduga Tabrak UFO: Hidung Pesawat Air China Penyok di Ketinggian 8 Km!

Ditemukan Keramik China Abad IX dan Pecahan Kaca Dari Persia di Dieng

Hah? Sapi Rekayasa China Hasilkan Susu Manusia??

Wow! Meteorit 25 Ton Berusia 4 Miliar Tahun Ditemukan di China

Komunistophobia: Komunis Di Indonesia Merupakan Kata Haram Dan Menakutkan

AS Ancam Embargo Indonesia Jika Beli Pesawat Tempur SU-35 Rusia

Inilah 10 Alutsista Rusia Yang Buat Gentar Pro-NATO, AS dan Israel!


Cina RRT Akui Natuna Milik Indonesia, Tapi… Ini Loh Masalahnya!

((( IndoCropCircles.com )))

Pos ini dipublikasikan di Konspirasi Indonesia dan tag , , , . Tandai permalink.

7 Balasan ke Cina RRT Akui Natuna Milik Indonesia, Tapi… Ini Loh Masalahnya!

  1. Bapet berkata:

    sebaiknya kita menyerahkan kepulauan natuna ke RRT.. hahaha… makanya indonesia harus perkuat infantri nuklir…

  2. Anonim berkata:

    Sebenarnya masalahnya simpel saja,. Kita semua negara yg tergabung dalam asean sama2 latihan di daerah sengketa china,. dan jangan lupa ajak tiap presidennya !

  3. Panduan Blo berkata:

    Wahhh.. ini pembahasannya sangat bagus.. izin share yah

  4. Resilia Lusiha berkata:

    menarik..trimakasih infonya

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.